Drama ini di pentaskan pada saat HUT SMAN 1 Muaro Jambi dan Alhamdulillah mendapatkan juara pertama padahal hanya latihan kurang dari seminggu, hal ini pun dapat terjadi bukan cuma karna naskah dan ceritanya namun juga karena keuletan para pemain yang mementaskannya... ini di naskahnya..




Putri Rainun Dan Rajo Mudo
Karya : Nurhidayatullah

Putri Rainun dan Rajo Mudo adalah sepasang kekasih dari daerah Jambi. Pasangan ini sangat serasi, Putri Rainun memiliki paras yang cantik jelita dan berbudi luhur. Demikian pula Raja mudo yang berwajah tampan dan cerdas.
Di petang hari Putri Rainun dan Rajo mudo duduk di sebuah taman yang indah.
Putri Rainun : “Kanda, tahukah kau kalau aku tak bisa hidup tanpamu.”
Rajo Mudo : “Tapi dinda, kau seorang bangsawan yang kaya raya sedangkan aku hanya rakyat biasa.”
Putri Rainun : “tapi kanda itu bukanlah masalah bagiku.”
Rajo Mudo : “wahai dinda, sebenarnya aku ingin pergi ke negeri seberang untuk menimba ilmu.”
Putri Rainun : “Benarkah?”
Rajo Mudo : “Benar, jika engkau mengizinkan, aku akan pergi esok pagi.”
Putri Rainun : “iya kanda, aku merestui kepergianmu. Tapi jangan lupa kembali. Dinda tidak ingin lama-lama berpisah dengan kanda.”
Keesokan harinya Rajo Mudo pun berlayar menuju negeri seberang. Putri Rainun tak kuasa menahan air mata melepas kepergian kekasih hatinya. Ia baru meninggalkan pelabuhan setelah kapal yang ditumpangi rajo mudo hilang dari pandangan.
Bundo Putri Rainun : “ngapolah kau tu sedih terus!”
Putri Rainun : “Aku sangat mencintainyo inang. Tapi dio belum balek padahal udah tigo bulan.”
Bundo Putri Rainun : “Sudahlah jangan kau pikirin dio terus. Diio tu dak pantas untuk kau.”
Karena tak tahan mendengar ibunya putri Rainun pergi masuk ke kamar meninggalkan ibunya. Tak lama kemudian Rajo Biji Kayo dan pengawalnya datang berkunjung ke rumah Putri Rainun.
Pengawal : “Maaf mengganggu saya kesini mengantarkan Rajo Biji kayo untuk membicarakan suatu hal dengan ibundo putri Rainun.”
Bundo putri Rainun : “iya, ada apa?”
Rajo  Biji Kayo : “maksud kedatanganku kesini tak lain tak bukan adalah untuk melamar putri Rainun bundo.”
Bundo Putri Rainun : “baiklah aku terima pinanganmu Rajo Biji kayo.”
Rajo Biji Kayo : “Wahai bundo, aku yakin sesungguhnya aku lah yang paing cocok untuk Rainun. Baiklah aku akan pergi ada urusan yang penting.”  (berkata seraya pergi meninggalkan bundo)
Karena mendengar orang bercakap-cakap Putri Rainun keluar dari kamarnya.
putri Rainun : “ado apo bundo?”
Bundo :  “Bundo telah menerima lamaran Rajo Biji kayo.”
Putri : “a.. apo Bundo?? (seakan tak percaya )”
Bundo : “Ketahuilah putriku. Pemuda yang benamo Rajo Biji Kayo itu anak orang kayo. Ibu pikir ia sangat cocok menjadi pendamping hidupmu dari pado Rajo Mudo.”
Putri : “jangan bandingkan Rajo mudo dengan dio!” (dengan nada yang tinggi)
Bundo : “Kau jangan membantah! Bundo dak mau tau! Minggu depan kau akan nikah dengan Rajo biji kayo.”
Putri : (lututnya serasa lemas dan ia terduduk) “kau jahat bundo…” (dengan lirih)
Singkat cerita perhelatan pernikahan Putri Rainun dan Rajo Biji Kayo digelar besar-besaran. Setelah pernikahan Putri Rainun tidak bicara sepatah katapun dengan Rajo Biji Kayo. Bahkan ia tak mau jiika biji kayo menyentuhnya sedikitpun.
Rajo Biji Kayo : “sekarang kau telah menjadi milikku.” (sambil memegang bahu Putri)
Putri : “jangan sentuh aku!” (menepis tangan biji kayo seraya berlari meninggalkan Biji Kayo)
****
Tak disangka Rajo Mudo telah pulang dari negeri seberang. Ia sangat kecewa mendengar kabar  bahwa Putri Rainun telah menikah. Ia berencana untuk bertemu dengan putri di tempat terakhir kali ia berpamitan.
Rajo Mudo : “Aduh, kemanakah gerangan Putri Rainun sudah sejam kutunggu tak datang juga.”
Dayang Putri Rainun : “Maaf tuan, hamba kemari ingin menyampaikan pesan bahwa putri tidak bisa datang di karenakan ia terlalu malu untuk bertemu tuan. Saya kesini diutus putri juga untuk menyampaikan permohonan maaf nya.”
Rajo Mudo : “aku akan menemuinya.”
            Tak lama kemudian sampailah Rajo mudo di rumah puteri Rainun.
Rajo Mudo : “Puteri ini aku Rajo Mudo tolong bukakanlah pintumu.”
Puteri : “Ke keenapa kau kesini? Nanti Biji Kayo pulang.”
Rajo mudo : “aku hanya ingin memberikanmu cincin ini sebagai bukti rasa cintaku. Kuharap kau bahagia dengan biji kayo”
Setelah cincin itu diberikan Rajo Mudo pergi meninggalkan putri. Menerima cincin itu membuat hati putri Rainun sangat sakit sekali ia tak tahu harus berbuat apa kesedihan dan penyesalan membanjiri dirinya. Akhirnya ia menulis sebuah surat tentang penderitaannya dan cintanya yang sungguh besar kepada Rajo Mudo. Di depannya sudah ada segelas racun yang ia siapkan dari 3 hari yang lalu namun setelah berpikir keras menurutnya saat inilah yang tepat untuk bunuh diri.
Beberapa saat kemudian Biji Kayo pulang kerumahnya ia sungguh kaget melihat istrinya tergeletak tak bernyawa.
Rajo Biji Kayo : “Riinn!! Kau ini dayang atau apo ha! Tengok tu!”
Dayang : “Putriiiii !!! (menghambur ke arah putri Rainun) Sungguh aku dak tau apo apo tuan..”
(Rajo Biji Kayo membaca surat yang ditinggalkan Dayang dan terlihat sangat marah sekali.)
Rajo Biji Kayo : “Dimano rajo Mudo !”
Dayang : “aa.. aku ti..tidak tau tuan.”
Rajo Biji Kayo : “Dimano rajo Mudo !” (bentaknya lagi kepada dayang)
Dayang : “Dia sedang di taman barat daya.”
            Mendengar ucapan dayang Rajo biji kayo langsung menuju ke taman tersebut disana sedang duduk Rajo Mudo yang kelihatan sangat sedih.
Rajo Biji kayo : “hey! Manusia biadab sesungguhnya kau lah yang membuat istriku mengalami kematian!” (ucapnya dengan lantang)
Rajo Mudo : “A…apa maksudmu?”
Rajo Biji Kayo : “Terima ini” (Biji kayo seraya mengeluarkan kerisnya siap menghunus Rajo Mudo)
            (mereka pun bertarung)
Rajo Biji Kayo : “Istriku telah mati dan karnamu dia bunuh diri hahaha !”
Rajo mudo : “Ti..tidak mungkin…” (tiba-tiba diam tak bergerak)
            (Bii kayo secepat kilat menghunuskan kerisnya keperut Rajo mudo)
Rajo Biji Kayo : “Rasakan itu! Ayo pengawalku kita pergi ke negeri seberang mencari gadis lain.” (seraya pergi meninggalkan Rajo Mudo)
Pengawal : “ii…iya tuan.”
Kematian pun juga menjemput Rajo Mudo. Ibunda Putri Rainun sangat menyesal dengan perbuatannya karena telah memaksakan cinta putrinya. Dan yang sangat di sesalinya juga karena membiarkan puterinya menikahi lelaki biadab.



*Essai
Pelangi Senja
Cahaya Petunjuk Allah. sebuah kalimat yang yang sangat bermakna dituangkan dalam sebuah harapan, dibalik berjuta cerita, terselip senyuman senja dan terukirlah sebuah nama, NURHIDAYATULLAH nama yang begitu indah bahkan sangat indah yang dihadiahkan kepada seorang bayi yang dilahirkan pada 20 september 18 tahun silam.
Tak lain dan tak bukan yang pasti dan dinanti yang jelas saya merasa sangat beruntung dihadirkan ke dunia ini dan disambut dengan penuh suka cita. Mama, seorang babysitter dan asisten rumah tangga yang sangat saya sayang dan saya banggakan, ayah, seorang buruh bangunan yang sangat kuat dan bertanggung jawab. Dilahirkan diantara mereka dibesarkan dengan penuh kasih sayang setiap harinya, sungguh membuat saya menjadi anak yang paling bahagia di muka bumi ini.
Bertempat tinggal di pinggiran kota RT 01 Desa Mendalo Darat membuat saya hafal setiap lekuk tikungan dan belokan yang berada antara gapura perbatasan sampai kampus unja karena setiap sudut jalan dan sudut desa ini mempunyai cerita tentang masa kecil dan masa remaja saya. Masa kecil yang gembira dan masa remaja yang penuh cerita.
Saya juga pernah 3 tahun merasakan tinggal di sebuah desa yang cukup terpencil, jauh dari keramaian kota di sebuah desa yang bernama Ladang pering sebuah desa yang berada di kabupaten muaro jambi saya sempat tinggal disana karena rumah saya yang saya tempati sebelumnya sedang di renovasi.
Singkat cerita saya sangat senang sekali dapat tinggal di sebuah desa yang masih memiliki pemandangan alam yangsegar dan asri, bersepeda bersama teman-teman setiap pergi dan pulang sekolah, bermain dan memancing di sungai setiap hari minggu tiba lalu berpetualang ke hutan terdekat untuk mencari kayu yang dapat dijadikan tongkat pramuka. Disana sangat susah mendapatkan sinyal dan jaringan informasi, sehingga kami yang kala itu masih mengijak kelas 5 SD belum memegang sama sekali yang namanya gadget dan smartphone itulah yang embuat masa anak-anakku kurasa bahagia karena dihabiskan dengan bermain dengan gembira tidak hanya berdiam diri di dalam kamar sambil terus-terusan bermain smartphone seperti apa yang dilakukan kebanyakan anak-anak di masa modern ini.
Dari SD SMP SMA hingga sekarang entah kenapa saya selalu senang dan bersemangat jika ada kelas yang pelajarannya membuat kita maju ke depan untuk menjelaskan sesuatu, ketika yang lainnya ketakutan dan nervous, saya malah sangat bersemangat walaupun kedua tanganpun ikut membeku dingin dikala udara sedang panas-panasnya. Mungkin hal ini pula lah yang membuat saya sering menjadi utusan untuk mewakili SMA saya SMA 1 Muaro Jambi pada saat itu untuk mengikuti LDBI (Lomba Debat Bahasa Indonesia) tingkat provinsi Jambi 2014 & 2015 lalu LCC Bahasa Indonesia tingkat provinsi Jambi 2015 walaupun di tahun 2014 saya tidak menang entah kenapa sekolah tetap mengirim saya sebagai utusannya dan lagi lagi tanpa pembekalan dan persiapan yang matang jadi hasilnya pun juga tidak begitu maksimal. Namun saya bersyukur telah diberi kesempatan dan pengalaman yang sangat luar biasa.
Di lain hal saya juga gemar memerankan sebuah drama dan berakting ria dan sayapun pernah diutus untuk lomba baca puisi FLS2N tingkat kabupaten 2014, Story telling TT EXPO 2014 dan drama/teater singakat FLS2N tingkat provinsi Jambi 2015.dari sekian itu sepertinya saya harus banyak belajar lagi karena saya merasa masih banyak kekurangan pada saat mengikuti lomba-lomba tersebut yang harus dibenahi untuk kedepannya.
Selanjutnya saya mempunyai hobby yang bisa dikatakan hal yang saya sukai tapi saya tidak begitu mahir di dalam bidang ini namun saya bahagia ketika melakukannya walaupun hasil yang saya dapatkan itu terkadang tidak sesuai dengan ekspektasi saya. Hobby itu adalah handlettering saya sangat suka merangkai kata dan menggambarnya menjadi sesuatu yang lebih indah namun saya juga masih harus banyak belajar di bidang ini karena bidang ini juga baru 2 tahun terakhir ini saya geluti selain itu saya juga sangat senang mendengarkan musik bahkan saya menulis essay ini disertai alunan musik pada earphone saya, bagi saya musik bukan hanya sebuah karya seni tapi musik adalah alunan indah pembakar semangat penghilang sakit kepala dan terapi merilekskan pikiran, ketika mendengarkan musik saya juga suka bernyanyi mengikuti alunan musik bahkan sampai berteriak (jika tidak ada orang) kegiatan ini akan membuat saya merasa selalu bersemangat dan akan selalu merasa awet muda.
Saat ini saya merasa sangat nyaman sekali berada diantara orang orang hebat di prodi pendidikan bahasa inggris Universitas Jambi sebuah universitas yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Saya memiliki impian untuk membangun sebuah perusahaan kursus bahasa inggris saya sendiri saya bermimpi untuk menjadi owner di perusahaan yang akan menjadi tempat kursus bahasa inggris nomor 1 di Indonesia.
Lalu saya sangat ingin melanjutkan pendidikan S2 di negeri sakura Jepang dan menjadi seorang dosen yang handal tapi yang terpenting dari semua itu adalah saya ingin sekali membahagiakan kedua orang tua saya mengukir senyuman indah di wajah mama, membuat mama menangis bahagia ketika anak perempuannya yang paling besar dipanggil ke atas panggung memakai toga mendapat gelar dan menghadiahkan prestasi cumlaude kepadanya, lalu anak perempuannya tersebut mencapai mimpi-mimpinya dan bisa memberangkatkan haji kedua orang tuanya. sebuah impian yang mungkin akan ada yang mencibirnya dan berkata bahwa itu mustahil Nur! tak akan pernah bisa terjadi! tapi saya akan buktikan mereka salah. Semua orang yang telah meremehkan saya mereka salah. saya akan berjuang keras untuk mewujudkan impian itu tentunya dengan pertolongan Allah SWT serta doa dan nasihat dari orang tua serta doa dan nasihat orang-orang yang saya sayangi.
Sejauh ini satu-satunya tujuan hidup saya adalah membahagiakan kedua orang tua saya, menyelesaikan kuliah dengan IP yang baik serta sukses dalam meniti karier membuka usaha sendiri dan menaikkan haji orang tua ke tanah suci, Amin.
Salah satu impian saya adalah saya ingin sekali pergi berkunjung ke negeri sakura, saya ingin sekali melihat secara langsung keindahan Negara tersebut dan budaya Negara tersebut karena Jepang merupakan Negara maju yang memiliki sumber daya manusia yang handal, saya ingin sekali Indonesia dengan berjuta kekayaan alamnya dapat menjadi Negara maju seperti di Negara Jepang.
Sekian semburat pelangi senja yang dapat saya ceritakan, terimakasih. J
Motivasi mengikuti UTMC
            Setiap manusia dilahirkan dengan anugerah kecerdasan yang luar biasa, setiap orang memiliki bakat, minat serta kecerdasannya masing-masing. Tinggal bagaimana cara orang tersebut menemukan dan mengembangkan bakat yang ia punya, karena pisau akan tajam jika rajin diasah begitu pula bakat manusia, kita harus banyak berlatih mengembangkan diri dan menurut saya disinilah di Unja Training Motivation Centre dimana mimpi-mimpi kita dapat tercapai disinilah dimana kita disediakan wadah untuk meningkatkan kemampuan berbicara di depan umum dan yang terpenting adalah bukan hanya sekedar berbicara saja tapi di setiap kata-kata yang dilontarkan sewaktu berbicara itu memiliki “isi” dan bermanfaat untuk orang lain.
            Maka dari itu saya sangat berharap dapat bergabung di keluarga UTMC dan berada di antara orang-orang hebat berada diantara para motivator-motivator muda yang sangat dibanggakan. lebih dari itu saya berharap berada di sebuah keluarga baru untuk berbagi ilmu dan pengalaman berbagi canda dan tawa di bawah naungan Unja Training Motivation Centre. J
“beradu satu berpayah jua bersama cetuskan generasi sejahtera, salam semangat penuh cinta” J
 



Tragedi Sang Pembela
Karya : Nurhidayatullah
            Senja semakin merona memancarkan keindahannya dan memperlihatkannya pada siapun termasuk padaku. Duduk di kursi depan rumahku mengamati anak-anak bermain kesana kemari merupakan hal yang biasa kulakukan dikala sore yang bersahabat seperti ini.
“ Kakeeekkk!!” ternyata anak yang berkacamata dengan kaos putihnya yang memanggilku dari kejauhan. Aku hanya bisa membalasnya dengan tersenyum karena untuk teriakpun rahangku takkan mampu lagi.
            Melihat anak-anak itu membuat aku jadi teringat masa kecilku ketika aku berumur sekitar 9 tahun saat itu aku tinggal di desa Tanjung kabupaten Magetan. Tahun 1948 adalah tahun yang merupakan sejarah terpahit dalam hidupku. Sejarah yang ingin sekali kulupakan tapi selalu saja bayang-bayang dari peristiwa  mengerikan itu terlintas di setiap lamunanku.
            Saat itu sebelum hal mengerikan itu terjadi ayahku orang yang sangat aku idolakan dalam hidupku sering sekali mengajakku memanen tebu di perkebunan tebu milik pamanku yang letaknya tak jauh dari rumahku.
“Lihin, ayah mau ketika kamu besar nanti kamu menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa ya, buat Indonesia bangga telah memilikimu” kata ayahku ketika kami beristirahat setelah lelah membantu paman memanen padi.
“Indonesia itu apa yah?”
“Indonesia itu Negara kita sayang, ya walaupun sekarang kurang jelas tentang Negara ini karena masih banyak terjadi konflik disana-sini terlebih Belanda yang ingin merebut lagi Negara kita dengan cara liciknya melalui perjanjian-perjanjian yang menurut ayah hanya semakin merugikan Indonesia itu. Tapi ayah yakin suatu saat Indonesia akan utuh menjadi milik kita nak. Dan pada saat itulah kamu sebagai penerus bangsa harus mempertahankan kemerdekaan yang tak mudah didapat ini!” Kata ayah dengan semangat yang berkobar-kobar.
Mendengar perkataan ayah aku hanya terdiam dan berusaha mencerna perkataan ayah satu-persatu karena jujur, aku tidak terlalu mengerti apa yang dikatakannya.
“loh, anak ayah kok diem? Kamu mengerti tidak apa yang ayah katakan tadi?
Mendengar pertanyaan ayah aku hanya menggeleng, dan itu membuat ayah tertawa dan berkata
“suatu hari nanti kamu pasti akan mengerti nak, ayo kita pulang hari sudah mau petang.”
Aku pun pulang dengan ayahku menaiki sepeda kesayangannya. Aku tak sabar bertemu dengan ibu dirumah dan adik perempuanku yang sangat lucu usianya pun baru menginjak 1 tahun.
“ibuuu… aku pulang” aku langsung menghamburkan diri ke pelukan Ibuku sungguh tak ada tempat yang nyaman dan aku merasa aman selain ketika aku berada di pelukan ibuku.
“sudah pulang ya nak, ibu masak makanan kesukaanmu ini. Ada singkong rebus, pasti kamu lapar kan? Ayo kita makan. Ayah juga ya.”
“wah, enak sekali bu.” Teriakku kegirangan akupun teringat akan adikku
“adik  dimana bu?” tanyaku pada ibu.
“dia sedang tidur, ini sebentar lagi ibu mau bangunkan soalnya hari sudah mau maghrib. Kamu siap-siap gih mandi setelah itu kita sholat magrib bersama-sama dengan ayah juga” kata ibuku sambil tersenyum, senyumnya manis sekali.
Akupun langsung bergegas kesungai di temani ayahku untuk mandi. Setelah itu kami sholat magrib berjamaah.
            Malampun tiba, aku ayah ibu dan adikku sedang bercengkrama di ruang keluarga rumah kami bercanda dan aku merasa sangat senang sekali berada di tengah-tengah keluarga yang bahagia ini.
            Adikku tiba-tiba menangis ternyata ia kelaparan ibupun segera kedapur untuk merebus singkong tapi ternyata ayah lupa membawa singkong itu dan ketinggalan dirumah paman. Akhirnya ayah memustuskan untuk pergi kerumah paman mengambilnya. Awalnya, ibu melarang ayah karena situasi diluar sana sedang tidak aman akibat ulah dari para PKI tapi tangisan adikku membuat ayah tetap pergi keluar untuk menjemput singkong di rumah paman.
            Malam semakin larut tapi ayah tak kunjung pulang-pulang aku dan ibu semakin khawatir, seharusnya ayah sudah pulang sekarang. Sedangkan adikku sudah tertidur duluan sebelum perutnya terisi.
“Ibu ayah kemana? Kenapa belum pulang?”
“ayah pasti akan pulang sayang kamu tenang ya.” Kata ibu menenangkanku. Padahal walupun aku masih kecil tapi aku bisa melihat kekhawatiran yang amat mendalam dimata ibu.
“kalau kamu mengantuk kamu tidur duluan saja nak, biar ibu yang menunggu ayah.”
“tidak bu, aku akan menemani ibu.” Kataku dengan bersemangat.
            Namun tak lama kemudian kantukku pun datang. Aku sudah tak kuat lagi menahannya hingga aku tertidur dipangkuan ibu.
Kurasa saat itu tidurku tak terlalu nyenyak karena di tengah-tengah tidurku aku terbangun karena mendengar suara ibu yang seperti menangis, ternyata hari sudah berganti subuh. Aku melihat ibu dengan sorot mata yang sangat sedih dan ibu meneteskan air mata.
Aku tidak tahu harus berbuat apa, karena sampai saat ini aku belum menemukan sosok ayah, aku hanya bisa memeluk ibu untuk mengurangi kesedihannya aku sadar ibu telah menunggu ayah semalaman.
            Di kejauhan aku dan ibu melihat ada lelaki yang berjalan kerumahku karena matahari belum muncul jadi wajah orang itu tidak terlalu terlihat. Aku memastikan itu ayah yang pulang.
“yee ayah pulang! Ayah pulang. Ibu jangan menangis lagi ya!” ibupun tersenyum mellihatku berjingkrak-jingkrak kegirangan. Ibu langsung kebelakang menyiapkan minum untuk ayah yang sebentar lagi sampai kerumah. Aku menunggu ayah didepan rumah dengan tidak sabar, tapi senyumku semakin lama semakin hilang ketika yang kulihat itu bukan ayah ternyata itu paman yang kemarin kukunjungi.
“Lihin, dimana ibu?” Mendengar orang bicara ibu langsung keluar dari dapur dengan membawa air minum. Namun setelah melihat siapa yang datang membuat gelas tanah liat dari tangan ibu terlepas sehingga jatuh ke lantai.
“Dimana Sakidi?” tanya ibu pada paman.
“Sakidi, ia ditangkap oleh FDR/PKI dan dibawa ke  Soco.”
Mendengar itu ibu terlihat sangat terpukul.
“tapi kenapa?” ibu berusaha untuk memahami apa yang terjadi pada suaminya.
“karena Sakidi yang mengajarkan pemuda-pemuda desa tanjung tentang bela Negara. dan itu membuat para FDR/PKI marah dan memutuskan untuk menangkapnya.”
Mendengar penjelasan dari paman membuat ibu terduduk lemas di lantai.
“ibuuu…!” aku segera menghampiri ibu. Dia menangis sejadi-jadinya. Aku tidak terlalu mengerti apa yang terjadi. Yang kulihat ibu terlihat sangat sedih.
“aku akan menyusulnya.” Ibu spontan berkata dengan tegas dan tekad yang bulat. Tangannya pun terkepal mengumpulkan semua emosinya. Aku tak pernah melihat ibu seperti ini sebelumnya.
“aku harus pergi” kata paman yang tadi seraya ia pergi meninggalkan rumah kami.
Sepeninggal paman ibu terus termenung dan banyak melamun sepanjang hari. Aku hanya bisa diam karena tak tahu harus berbuat apa.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali ibu membangunkanku dan menyuruhku mandi dan bersiap-siap karena ibu akan mengajakku dan adik pergi menemui ayah. Aku sangat senang sekali mendengarnya dengan bersemangat aku bersiap-siap mandi sholat dan siap untuk pergi.
Sebelum kami meninggalkan rumah ibu mengatakan sesuatu padaku
“Lihin, jika ibu dan ayah tidak bisa menemanimu lagi ibu harap kamu menjadi orang yang bisa bertanggung jawab menjaga adikmu dan melanjutkan perjuangan ayahmu membela Negara Indonesia untuk merdeka seutuhnya. Janji!”
Dengan mantap aku berkata “janji!” ibu kembali meneteskan air matanya. Aku jadi semakin tidak mengerti apa yang terjadi.
Kamipun memulai perjalanan panjang menuju desa Soco. Di tengah perjalanan sepertinya ibu terlihat lelah kami berhenti di pondok dan ibu mengeluarkan bekal lalu ibu aku dan adikku yang berada di gendongan ibu makan bersama-sama.
            Sepanjang perjalanan ibu tak banyak bicara sesekali ia hanya tersenyum dan terkadang memelukku dan banyak mengatakan hal-hal aneh yang kini aku tak ingat lagi, yang jelas aku hanya ingat ibu selalu mengatakan kata Indonesia-Indonesia.
Setelah kami berjalan jauh akhirnya kami tiba di desa Soco. Suasana di desa ini tak seperti ketika aku dan ayah kesini kemarin, kini disini suasananya terasa sangat mencekam. Penduduk-penduduk desa tidak ada yang berlalu lalang bahkan rumah-rumah disini terlihat kosong.
Aku sangat takut dengan keadaan ini, tapi ibu kelihatannya tidak sama sekali. Sementara adik sedang tertidur di gendongan ibu. Sambil berjalan aku menggenggam erat tangan ibu, hingga ada orang yang memakai penutup mulut berwarna merah menarik lebih tepatnya menyeret ibu dan aku kesuatu tempat.
Sesampai di tempat itu aku melihat ada beberapa sumur dan bau yang tercium disini sangat-sangat mengerikan. Terdapat banyak darah dimana-mana aku tak sanggup lagi jika terus berada disini.
“Dimana suamiku!” kini ibuku angkat bicara.
“Sakidi telah mati!” kata salah seorang yang memakai tutup mulut merah itu.
“tidak mungkin aku ingin melihatnya.” Kata ibu seraya mencoba melepaskan diri dari cengkraman orang itu.
Aku yang mendengar apa yang dikatakan orang itu berusaha untuk menahan tangisku karena aku juga tidak percaya sama seperti ibu.
Karena ibu memberontak terus menerus orang itu membawa ibu lebih masuk ke dalam dan sebelumnya adikku di lepaskan dari gendongan ibuku iapun menangis meraung-raung sungguh aku tak tahan lagi. Aku juga memberontak tapi cengkraman di tanganku sangatlah kuat dan itu sangat sakit sekali.
“ibuuu! Ibuuu!!” aku meneriakkan ibu terus menerus menangis sejadi-jadinya aku takut terjadi apa-apa dengan ibu.
“kau mau melihat ibumu? Hahahh ayo!” kata orang yang memegangku yang kuketahui ternyata anggota dari FDR/PKI. Ia menyeretku masuk ke dalam tempat eksekusi. Yang membuatku terkejut dan hampir pingsan disana aku melihat ibu yang akan dieksekusi dengan orang-orang biadab itu.
“ibuuu!!!” aku memanggil-manggil ibu sementara ibu melihatku dengan tatapan matanya yang sayu bahkan ia terlalu lemah untuk kembali melawan. Yang sangat tidak kusangka orang itu menyiapkan leher ibuuuuu keatas sebuah bongkahan kayu dan bersiap untuk menyembelih ibu hidup-hidup. Ibu menutup kedua matanya. Aku meraung sejadi-jadinya aku tak mau ibu disembelih aku tak mau ibu mati. Kalau ibu tak ada lagi aku akan hidup dengan siapa?.
Ketika pisau yang tajam itu mulai menghunus leher ibu, ibu berteriak sangat mengenaskan. Aku merasa tak sanggup lagi berdiri kedua lututku lemas melihat ibu dibunuh dihadapanku sendiri. Lalu jenazah ibu yang telah meninggal itu dibuang kedalam salah satu sumur yang ternyata jenazah ayahku dibuang di sumur yang sama. Aku tak sanggup lagi menghadapi kenyataan ini. Kepalaku sungguh pusing setelah melihat apa yang terjadi, wajah ayah dan ibuku terlintas dibenakku sayup-sayup mereka berkata jagalah adikmu. Dan tiba-tiba semuanya gelap.
Ternyata aku pingsan dan ketika terbangun aku berada dirumah paman yang kemarin kerumahku. Di sebelahku terdapat adikku yang masih tertidur dengan polosnya. Mengingat kejadian yang sebelumnya terjadi membuat kepalaku nyeri kembali. Ketika tahu aku telah sadar paman yang setelah ku ketahui bernama jalim itu datang menghampiriku dan bertanya bagaimana keadaanku. Aku tak menanggapi pertanyaanya aku hanya diam dengan pandangan kosong. Seorang anggota PKI bernama Sujadi telah membawaku dan adikku kerumah ini ternyata ia masih ada sedikit hati nurani padahal jika ketahuan ia bisa dihukum dengan pimpinan FDR/PKI.
Keesokan harinya paman Jalim membawaku dan adikku pergi dari Magetan dan memulai hidup yang baru sebagai anak yatim piatu dan dirawat oleh paman Jalim dan istrinya. Aku selalu terbayang bagaimana ibu dibantai sehingga aku tak nafsu makan dan bicara. Terkadang aku selalu menangis. Dan aku berteriak ketika melihat darah kejadian itu selalu membayang-bayangiku hingga 5 tahun setelah kejadian itu aku baru bisa menerima kenyataan dan membangun hidupku yang baru tanpa ayah dan ibu.
Aku teringat perkataan ayah tentang Indonesia dan aku bertekad untuk mempelajari lebih dalam tentang hal yang berkenaan dengan itu berusaha untuk ikut berpartisipasi pada organisasi para pemuda yang bertekad mengabdikan diri untuk Indonesia begitu juga aku berbekal nasihat-nasihat dari mendiang ayah dan berbekal lembutnya kasih sayang dari mendiang ibu terlebih karena mereka meninggal karena komunis yang merupakan musuh Indonesia membuat tekadku semakin bulat untuk menjadi tentara dan berjuang untuk Indonesia.
Hingga inilah aku kini di tahun 2016 ini usiaku telah menginjak 76 tahun membuatku menjadi pensiunan tentara yang telah menuai banyak prestasi.  Semua itu berkat rasa nasionalisme yang sudah ditanamkan oleh orang tuaku dari aku kecil.
Tak sadar pun air mataku kembali menetes melewati pipiku yang telah berkeriput, karena mengingat kejadian yang membuat hidupku hancur sehancur-hancurnya.
“kakek kenapa menangis?” kata cucuku yang ternyata dari tadi duduk di sebelahku memperhatikanku.
“tidak apa-apa sayang, sekarang kakek mau tahu besok kamu besar mau jadi apa?”
“aku mau jadi tentara kek, seperti kakek sang pembela Negara! hehe” aku hanya tersenyum dan memeluk cucuku yang satu ini. Semoga ia dapat melanjutkan perjuanganku demi sang pembela Negara sebenarnya dalam hidupku iya, dia ayahku.

About this blog

Diberdayakan oleh Blogger.

Me? Just a simple girl, i have my study in English Department of Jambi University 2016

BTemplates.com

Popular Posts

Blogroll

About

Blogroll

About

Blogger templates

Ketika mentari menyinarimu tepat di atas kepalamu jangan mundur! mentari bukannya ingin melihatmu pergi tapi ia memberimu kekuatan untuk tetap tegak berdiri tanpa kembali.